Rasionalisasi Manusia dalam Facebook
Anis Bajrektarevic, PROFESSOR AND CHAIRPERSON INTERNATIONAL LAW AND GLOBAL
POLITICAL STUDIES UNIVERSITY OF APPLIED SCIENCES IMC-KREMS, AUSTRIA
SUMBER : SINDO, 7 Maret 2012
Sejak saya menciptakan istilah “McFB way of life” dan sejak artikel menarik tentang FB (Apakah ada kehidupan setelah Facebook I dan II) diterbitkan beberapa tahun lalu, saya dihadapkan pada banyaknya permintaan untuk memperjelas maknanya.
Saya biasanya bertanya balik dalam menjawab pertanyaan itu: Apakah manusia tidak pernah mempertanyakan pengeramatan atau menentang pengerdilan diri mereka sendiri? Lalu mengapa kemudian keterusterangan seperti itu menjadi suatu kejutan untuk mereka? Jika menjabarkan secara luas karya-karya para filsuf besar klasik dan materialisme dialektis Jerman, maka Max Weber adalah yang pertama di antara para pemikir modern yang mencatat bahwa industri (juga elemen kemasyarakatan lain) sedang mengalami proses rasionalisasi.
Weber menyatakan bahwa karakteristik rasionalisasi itu berupa peningkatan efisiensi, kepastian, perhitungan, dan kontrol terhadap ancaman ketidakpastian. Bagi Weber, ketidakpastian harus dipahami dalam kaitannya dengan kondisi prakognitif dan kognitif manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, dalam berinteraksi secara dinamis dengan kondisi dunia sekitarnya yang secara historis tidak stabil.
Weber mengingatkan bahwa rasionalisasi yang berlebihan, tak berhati, dan dingin dapat mengarah pada obsecurity of irrationality. Metafora Weber yang paling terkenal yaitu iron cage atau irra-tionality of rationality.Konsep ini merujuk pada keprihatinannya bahwa institusi publik (birokrasi) yang dirasionalisasi secara ekstrem justru mengasingkan diri dan menjadi tidak manusiawi lagi bagi para pegawai maupun bagi publik yang dilayani.
Lalu sosiolog Amerika Serikat, George Ritzer, menganalisis, memikirkan kembali, dan memperbarui teori Weber (juga teori Sartre, Heidegger, Lukacs,Lefebvre,Horkheimer, Marcuse, juga Bloch). Ia berdalil bahwa institusi-institusi di abad ke-20 telah dirasionalisasi pada suatu tingkat di mana seluruh negara menjadi t e r- “ M c D o n a l d i s a s i ” (“McDonalized”).
Maksudnya, prinsip-prinsip dari industri makanan cepat saji McDonald’s secara bertahap merasuki setiap aspek kehidupan masyarakat (The McDonaldization of Society,1993). Ritzer menyatakan ada empat komponen “McDonaldization” yaitu: Pertama, McEfficiency yang diperoleh dengan pemangkasan secara sistemik waktu dan usaha yang tidak diperlukan demi mengejar suatu tujuan.
Dengan ekonomi yang harus produktif bersaing tepat pada waktunya, maka masyarakat juga harus efisien. Bahkan berita dan headline cenderung melayani tujuan instruktif dan arahan ketimbang tujuan informasi. McEfficiencymembekukan sistem,melindunginya dari segala spontanitas, penyimpangan, pertanyaan dan eksperimen yang tidak perlu atau kejutan. Kedua, McCalculability merupakan suatu usaha untuk mengukur kualitas hanya dari segi kuantitas.
Kualitas menjadi nomor dua.Rasa makanan cepat saji itu tidak pernah sangat enak,namun juga tidak pernah tidak enak. Sektor teknologi informasi, bersama mesin pencari dan cyber-social clubs, telah banyak berkontribusi dalam pertumbuhan yang menekankan pada calculability. Google, Facebook, reality shows, juga universitas, rumah sakit, dan banyak hal lain mengedepankan kuantitas dengan slogan “a big is beautiful” yang nyaris disembah- sembah dengan berbagai label seperti seperti ‘most voted’,‘frequently visited’,‘most popular’,dan banyak lainnya.
Ketiga, McPredictability adalah faktor kunci dari proses McDonaldization. Dalam skala lebih luas, suatu masyarakat rasional (teroptimalkan secara rasional) merupakan orangorang dapat diprediksi. Apa yang membuat McDonald populer dalam waktu yang lama adalah ukuran, jumlah, dan prediktabilitas. Di dalam suasana yang serba-terprediksi, integritas akan hilang secara bertahap, sementara budaya keseragaman berkembang biak bahkan tanpa terlihat. Keempat, McControl.
Secara tradisional, manusia merupakan elemen yang paling tidak bisa diperkirakan. Manusia merupakan suatu variabel untuk dirasionalisasi yang juga merupakan sebuah sistem birokrasi. Sehingga merupakan suatu keharusan bagi organisasi yang ter-McDonaldisasi (McOrganization) untuk membuatnya pasif dengan cara mengontrol. Teknologi menawarkan berbagai macam perangkat dan kemudahan untuk melakukan kontrol, baik bagi pengusaha (suplai, peluang) maupun pelanggan (kebutuhan, kemungkinan), juga mengontrol si pengontrol teknologi itu sendiri.
Untuk tujuan-tujuan tersebut peralatan-peralatan teknologi informasi sangatlah nyaman (murah, diam-diam, dan tak terlihat namun tersebar dan sangat akurat) karena mereka menghitung, mengarahkan, menyalurkan dan memfilter, serta menyimpan dan menganalisis pola perilaku manusia. Kontrol—dengan dibantu instrumen efisiensi, calculability, dan prediktabilitas— mengaburkan (seluruh atau setidaknya meminimalkan dampak serius dari) keotentikan, pemikiran yang otonom, dan penilaian yang independen.
Kedalaman, wawasan kritis, dan tindakan manusia yang tak dapat diprediksi terasionalisasi dan menjadi dapat diperhitungkan sebelumnya, dan karena itu ditoleransi. Maka, apa yang dibutuhkan bukanlah suatu kesepakatan, melainkan konformitas (keseragaman). Karena itu produk akhir McSociety sangatlah efisien, dapat diramalkan, terhitung, terstandardisasi, tertandai, instan, serempak, rutin, bersifat menimbulkan ketergantungan, imitatif, dan merupakan lingkungan terkontrol yang mengagung-agungkan penyembahan pada angkaangka.
Individu dalam masyarakat seperti itu mengeramatkan sistem dan merendahkan posisi mereka sendiri dalam suatu proses yang halus dan tak begitu kentara. Penggunaan teknologi informasi secara massal dan pengguna berat yang sering tidak terseleksi tak jauh beda dengan pemandangan pusat perbelanjaan yang diselimuti oleh demam konsumtif dan dicampur dengan individu di bawah umur, berpendidikan rendah yang mengalami cyberneurosis, delusional, psychosomatic disorders,cyber-autistic.
Inilah lingkungan yang melambangkan istilah The McFB way of lifeyang saya cetuskan. Inilah cyber-iron cage yang digambarkan seperti suatu tempat yang berkilau,namun memberikan arahan dan terinstrumentasi, egois dan autis, dingin dan brutal, serta tidak punya visi, inisiatif maupun aksi. Nilai-nilai yang sudah terpancang sepanjang sejarah manusia—seperti keberanian, solidaritas, visi dan inisiatif— dimonitor, dibatasi, distigmatisasi, dan dipojokkan, alihalih mendukung dan mempromosikannya.
Nilai-nilai itu dianggap sebagai ancaman bagi aturan resmi, tantangan bagi status quo dan pelaku penyimpangan (defiant) atas kewajiban-kewajiban dogmatis dari perilaku sosial yang diakui, dibolehkan, dirutinkan, dan ditetapkan. Facebooksendiri merupakan contoh yang sempurna bagaimana mengulik—lebih pada mendemonstrasikan, bukan menstimulasi dan menghidupkan empati—seluk beluk manusia.
Perangkat-perangkat pada Facebookmenawarkan hubungan antara dua individu yang efisien, rasional, dapat diprediksi, jelas, transparan, paling menarik dari lainnya, dan sangat mudah digunakan: yaitu ‘friend’ dan ‘no-friend’. Facebook menciptakan bahasa yang universal, sangat terstandardisasi yang bahkan mesin manapun dapat memahaminya. Facebook menciptakan suatu kode biner dalam setiap hubungan manusia.
Misalnya ‘1’ (friend) ‘0’ (no-friend), atau ‘1’ (brother/sister), ‘1/0’ (friend), ‘0’ (no-friend)—hanya dua digit untuk mendapatkan perhitungan algoritma yang tepat. Ingatlah bahwa angka adalah raja. Gott ist tot (Tuhan sudah mati), kata Nietzsche. Begitu pula manusia. Diduduki ataupun dikepung McDonalds akan tetap mempertahankan menunya.
Sebaliknya, kita pada akhirnya harus menduduki diri kita sendiri, misalnya, dengan mengurangi polusi suara tweet/mob di dalam dan di sekitar kita. Ini waktu yang tepat untuk mengganti pergerakan jalanan yang tidak terkonsep dengan suatu refleksi hening di rumah.Sorry,hell is not other people.Hell are we!!!
Tag :
Kliping Opini
0 Komentar untuk "Rasionalisasi Manusia dalam Facebook"