PENGERTIAN JURNALISTIK
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Jurnalistik
Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, MSI
Disusun oleh:
Imam Wahyudi (
08111067 )
Abal Mudzofir (103111001)
Johan Karyadi (103111045)
Nanang Qosim (103111078)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
PENGERTIAN JURNALISTIK
I.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah
SWT dengan rasa ingin tahu. Sehingga membuat manusia berusaha untuk terus mencari
berbagai informasi yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu ayat pertama kali
yang turuh ialah perintah untuk membaca. Karena dengan membaca manusia akan
mendapatkan informasi tersebut. Walaupun dalam perintah membaca tersebut tidak
ada objek yang jelas itu berarti bukannya tidak masuk akal. Justru tidak
disebutkannya objek berarti tidak ada batasan objek dalam membaca artinya
membaca bisa secara tersurat dan tersirat.
Jika membaca dimaksudkan untuk memperoleh
informasi maka harus ada subjek yang menulis. Sehingga informasi yang didapat
otentik dan dapat dipublikasikan kepada masyarakat. Membaca, menulis dan
mempublikasikan informasi adalah bagian dari aktivitas jurnalistik yang selalu
mengalami pperkembangan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
pengertian Jurnalisme, Jurnalistik dan Pers beserta sejarahnya, serta
Jenis-Jenis Karya Jurnalistik dan Kondisi Jurnalistik di Indonesia.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Jurnalisme, Pers, dan Jurnalistik
B. Bagaimana Sejarah Jurnalistik
C. Apa Saja Jenis-Jenis Karya Jurnalistik
D. Bagaimana Kondisi Jurnalistik di Indonesia
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jurnalisme, Pers, dan Jurnalistik
Kata Jurnalistik berasal dari kata
diurnalis (Latin), journal (Inggris), atau do jour (Prancis),
yang berarti informasi atau peristiwa yang terjadi sehari-hari. Dalam kamus
bahasa Inggris “journal” diartikan sebagai majalah, surat kabar, dan diary
(buku catatan harian) sedangkan “jurnalistic” diartikan kewartawanwarta =
berita, kabar).[1]
Maka jurnalistik secara sederhana adalah suatu cara menyampaikan isi pernyataan
untuk massa (khalayak) dengan menggunakan media masa. Namun demikian, saat ini
pemahaman diperluas lagi, bukan hanya surat kabar, tabloid, majalah dan berita
berkala lainnya, tetapi juga media elektronik sehingga secara umum bahwa
jurnalistik merupakan kegiatan menyiapkan, menulis, mengedit, serta
memberitakan bagi media cetak dan elektronik.
Sedangkan jurnalisme menurut McDougall
adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa.
Kegiatan ini merupakan tugas yang dijalankan jurnalis (wartawan atau reporter)
dalam usaha memunculkan informasi berita bagi masyarakat melalui media cetak
atau elektronik. Bersamaan dengan munculnya mesin cetak muncullah istilah press (Inggris) atau pers
(Belanda), yang berarti menekan (pressing), karena mesin cetak menekan ketas
untuk memunculkan tulisan. Ada dua bentuk pengertian pers dalam arti sempit dan
luas. Secara sempit pers merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan
perantaraan barang cetakan, sedangkan secara luas pers merupakan merupakan
kegiatan komunikasi baik dilakukan dengan barang cetak maupun elektronik.[2]
B. Sejarah Jurnalistik
Kegiatan jurnalistik awalnya terjadi sekitar
3000 tahun lalu, ketika Raja Firaun di Mesir, Amenhotep III, mengirim ratusan
pesan kepada para perwirannya diberbagai provinsi, yang berisi informasi
tentang hal – hal yang terjadi diibu kota kerajaan itu (kasumaningrat dan
kasumaningrat, 2006). Namun,
media pertama yang berbentuk barang cetakan disebut acta diurna (catatan
harian) di Roma dan Gazetta di Venesia yang masih berbentuk newssheet,
yaitu kertas – kertas lepas yang digantungkan. Isi acta diurnal berupa
informasi dari pusat pemerintahan Romawi kepada rakyatnya sekitar tahun 59
sebelum masehi. Informasi itu dipasang di Forum Romanum (stadium romawi)
agar diketahui rakyat.
Para petinggi dan majikan di Roma pasa masa itu bisa menugaskan
para budak (slave) yang cerdik bisaa membaca dan menulis guna mencatat
berbagai informasi yang diumumkan pemerintah Roma. Lama kelamaan mereka
memanfaatkan informasi sebagai usaha dengan mencari keliling daerah, sehingga
istilah slave reporter atau “kuli tinta”. Kata jurnalistik berasal dari
bahasa inggris; journal atau bahasa prancis; du jour yang berarti
hari, sehingga informasi yang termuat dalam lembaran tercetak merupakan berta
yang terjadi sehari – hari.
Surat kabar pertama yang terbit teratur menurut kusumaningrat dan
kusumaningrat (2006) dimulai di Jerman, yang bernama aviso di wolfenbuttel
dan relation di Strasbourg. Selain itu, berdasarkan catatan
ensiklopedia, muncul berbagai terbitan regular dinegara – Negara lain di Eropa.
Weekly news tahun 1622 merupakan terbitan media cetak pertama di
Inggris. Surat kabar yang pertama terbit setiap hari atau yang sudah harian
bernama Einkommende Zeitung, di Leipzing, jerman, sedangkan surat
kabar harian di Inggris bernama The Daily Caurant, terbit dilondon tahun
1702.
Embrio media jurnalistik cetak, berdasarkan sejarah, menurut
Santana (2005), juga terjadi di Asia, seperti di cina dan jepang. Di Cina pasa
masa lalu, sepanjang dinasti Tang, di lingkungan istana beredar maedia bernama Pao,
yang berarti laporan (report). Isinya melaporkan berbagai informasi
seputar pejabat pemerintah. Hal serupa itu juga terjadi dizaman dimasti Ching,
media itu muncul dengan berbagai nama. Meskipun dalam bentuk sederhana, di
Jepang ditemukan juga media dari tanah liat, dengan nama lamiori kavaraban.
Hingga kini, media cetak di dunia berkembang pesat dalam berbagai bentuk,
termasuk melalui kantor berita.[3]
C. Jenis-Jenis Karya Jurnalistik
1.
Narasi atau cerita
Jenis tulisan ini disebut cerita karena hanya berfungsi sebagai
pengungkapan kisah atau peristiwa yang terjalin secara runtut. Dalam
jurnalistik, jenis tulisan ini tidak dapat dibumbui dengan pendapat atau opini
penulisannya. Si penulis bertindak sebagai pencerita yang berada diluar
kejadian. Fungsi penulis disini adalah sebagai pelapor.
Contoh: sepak pojok yang diambil oleh Rayan Gigs dari sebelah kiri
gawa chelsia disambut dengan tandukan bagi Manchester unaitid. Fan persi yang
berada didaerah enam belas besar dekat gawang chelsia langsung menanduk bola
dan menjadi gol yang spectacular.
Dengan penulisan seperti itu pembaca seolah-olah melihat sendiri
pertandingan sepakbola antara kesebelasan Manchester unaitid dengan chelsia
itu. Dalam hal ini penulis bertindak netral, tidak memihak dan tidak boleh
melibatkan emosinya.
2.
Dekripsi atau penggambaran
Berbeda dengan narasi, deskripsi atau penggambaran lebih memberikan
keleluasaan bagi penulisnya untuk bermain-main dengan bahasa dan kata. Dalam
tulisan jenis ini, penulis menggambarkan keadaan yang dijumpainya, termasuk
kesannya sendiri. Penulis bahkan dapat mengungkapkan perasaannya dengan
pribahasa atau ungkapan, personifikasi dan pengandaian, agar pembaca bisa
mendapat gambaran yang jelas tentang suatu peristiwa.
Contoh: seperti semut yang sedang berrebut gula, pendukung
Manchester unaitid mengerumuni fan persi dan mengangkatnya ditengah lapangan,
setelah wasit meniupkan peluit bertanda pertandingan telah berakhir.
3.
Eksposisi atau keterangan
Jenis tulisan yang memuat keterangan dan gagasan penulisnya disebut
eksposisi. Jenis tulisan ini berfungsi mengungkapkan atau memaparkan pikiran
penulisnya tentang suatu hal. Karena itu, sangat berbeda dengan jenis narasi
atau deskripsi.
Dalam jenis narasi, pendapat atau kesan penulis hamper tidak ada;
dalam deskripsi, pendapat dan kesan penulis mulai muncul dan kelihatan; dalam
jenis ketiga ini pendapat penulis hamper mewarnai tulisan dan fakta yang
disajikan oleh penulis sangat sedikit dan cenderug hanya merupakan contoh atau
bahan yang diolah.
Contoh: seharusnya gawang chelsia lebih banyak bobol. Berkali –
kali tendangan fan persi, pemain asal belanda itu terlalu lemah. Umpan dari
Valencia pun sering kurang akurat. Bola yang seharusnya dilambungkan ketengah
dibawa sendiri dan berhasil dihadang palang pintu chelsia.
4.
Argumentasi atau perbantahan
Jenis tulisan ini mempunyai kaitan dengan jenis eksposisi. Dalam
jenis inipenulis atau wartawan memaparkan pendapatnya sehubungan dengan
pendapat atau komentar orang lain tentang suatu hal. Terhadap hal itu wartawan
atau penulis memaparkan pendapatnya, membantah atau membela diri sehingga
terjadilah perdebatan. Masing-masing pihak yang terlibat dalam adu pendapat dan
adu argumentasi ini bertolak dari olah pikirannya sendiri atau orang lain
sehingga terjadi polemik.
5.
Refleksi atau renungan
Jenis tulisan yang mengajak pembaca untuk merenungkan suatu hal
disebut renungan atau tulisan refleksi. Dalam tulisan jenis ini pembaca diajak
bukan saja mengolah pikirannya, tetapi juga perasaannya. Oleh karena itu
wartawan atau penuis hannya mampu membawa perasaan pembacanya untuk mengandaikan
dirinya pada peristiwa atau kejadian itu. Dengan demikian wartawan atau penulis
harus sudah mempunyai kesimpulan tentang hal yang sudah ditulisnya, yang
menjadi tujuan penulisannya. Pembaca ketika membaca tulisan jenis itu harus
dipaksa menarik kesimpulan yang sama dengan dimaksudkan penulisnya.
Contoh: tiga puluh juta tahun yang lalu, 10 Desember 1948, sebuah
deklarasi tentang hak – hak azasi manusia ditandatangani. Daripadanya
diharapkan adanya peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
tuhan. Tetapi perjalanan sejarah berkata lain. Raja akhab muncul dalam wujud
yang lain. Tuntunan kebutuhan bergeser dan umat Allah hanya bisa
meratap.tangispun semakin nyaring terdengar. Sepotong kutipan tersebut berasal
dari renungan minggu yang dimuat diharian SINAR HARAPAN, 15 Desember 1985.
Kasusnya mennyangkut penguasaan tanah rakyat. Dengan menarik cerita Anggur
Nabot dari Alkitab, pembaca diajak merenungkan peristiwa itu dizaman sekarang.
Dalam jurnalistik, jenis – jenis tulisan itu memang dipergunakan.
Tetapi wartawan tidak terlalu dituntut untuk dapat menulis jenis argumentasi,
refleksi atau eksposisi. Wartawan lapangan lebih dituntut mampu menjadi pelapor
yang baik, yang hasil tulisannya digolongkan dalam jenis narasi dan deskripsi.[4]
D. Kondisi Jurnalistik di Indonesia
Kondisi Jurnalistik di Indonesia dapat kita pada masa
penjajahan Belanda, Jepang dan masa kemerdekaan sampai sekarang.
1. Masa Penjajahan Belanda
Yang mengawali terbitnya surat kabar di
Indonesia adalah surat kabar tulisan tangan bernama Memoria der Nouvelles.
Surat kabar tersebut terbit pada tahun 1615. Surat kabar itu ditulis tangan
karena memang di Indonesia belum ada mesin cetak. Di Eropa mesin cetak memang
sudah ditemukan namun pemakaiannya masih di kuasai oleh raja (1440-1609). [5]
Koran tersebut bentuknya hanya satu lembar
ukuran folio kecil yang dicetak dengan tiga kolom. Pada halaman satu berisi
pengumuman-pengumuman pemerintah, kemudian berita dagang. Jadi judul koran
dengan isinya tidak sesuai. Judul berarti komentar atau debat-debat politik,
sementara isinya berisi soal lain.
Koran tersebut tidak hanya dibaca oleh
rang Betawi saja, tetapi juga orang
Belanda, bahkan sampai ke kepulauan lain. Pada tahun 1644 koran ini membawa berita dari Nederland dan
kepulauan lainnya. Pejabat Belanda (VOC), Jan Pieterzoon Coen juga
membacanya bahkan ia meminta agar menerbitkan koran sendiri yang bernama MdN
yang kemudian untuk mencapai tujuan VOC di Indonesia.
Dari surat kabar tersebut dapat diketahui
peranan kaum militer Belanda dan sejarah agama Kristen di Indonesia. Selain itu
terdapat berita kematian, penguburan, juga mngenai iklan penawaran pembelian barang.
Umur surat kabar tersebut sampai dua tahun karena petinggi VOC di belanda De
Heeren XVII tidak suka dengan surat kabar tersebut. Pada tahun 1775
pemerintah Hindia Belanda menerbitkan mingguan khusus mengenai iklan lelang
bernama Venduniiews (Berita Lelang) koran ini bertahan sampai terbit
koran yang baru yaitu Betaviasche Koloniale Courant tahun 1810. Gubernur
Jenderal saat itu adalah Daendeles.[6]
Keunikan koran tersebut ialah mempublikasikan
segala kegiatan pemerintah sesuai dengan
keinginan masyarakat. Selain itu membahas juga kegiatan pegawai pemerintah. Hal
ini dimaksud agar setiap orang memperoleh kesempatan untuk membahas
masalah-masalah yang menyangkut penjajah. Koran ini berhenti ketika Hindia
Belanda jatuh ke tangan Inggris. Inggris kemudian menerbitkan mingguan Java
Goverment Gazatte (29 Februari 1812) pemimpin redaksinya A.H. Habbard.
Uniknya pada koran tersebut terdapat lelucon atau humorbahkan diantara lelucon
tersebut ada yang mengkritik pemerintah.
Setelah kekuasaan kembali ke Belanda terbit
mingguan De Bataviasche Courant pada tahun 1816 sampai tahun 1828. Jurnalistik
pada masa ini bisa dikatakan menggelikan, misalnya seorang pembaca menanyakan
apa yang dinamakan Aniansi Suci dengan enaknya redaksi menjawab “ kami sendiri
tidak tahu “ padahal aniansi ini sudah muncul setengah tahun sebelumnya.
Surat kabar swasta pertama terbit di surabaya
bernama Soerabajaasch Advertentieblad (1835) yang dikelola seorang
pedagang bernama C.F. Smith. Koran ini berisi berita dalam dan luar
negeri. Kemudian berganti nama menjadi Soerabajaasch Nieuws en
Advertentieblad (1953).[7]
Maka bermunculan surat kabar di kota lain seperti Semarangsche
Advertentieblad, De Semarangsche Courant, De Locomotive (Semarang), De
Oestpost, De Nieuwsbode (Bandung), Bataviasche Advertentieblad, Java
Bode, Bataviasche Handelsblad (Jakarta). Selain itu ada surat kabar dengan
bahasa melayu seperti : Slompret Mlajoe, yang terbit di Semarang pada
tahun 1860, kemudian Bintang Timur di Surabaya pada tahun 1862 dan
sebagainya. Terbit pula surat kabar dengan bahasa Jawa di Surakarta tanggal 29
Maret 1855 yang diterbitkan oleh Harteveldt dan Co yang diberi nama Bromartini,
tetapi usia dari mingguan ini hanya satu tahun.[8]
Pada tanggal 20 Mei 1908 Boedi Oetomoo lahir
dalam koran Belanda disebut dengan istilah De Javaan Ontwaakt (orang
Jawa bangkit). Maka sedikit demi sedikit majalah dan surat kabar mulai memasuki
wilayah politik. Di Solo Sarekat Islam menerbitkan Sarotama. Pada
tanggal 25 Desember 1912 berdirilah Indische Partij (IP), organisasi ini
menuntut kemerdekaan Indonesia. Salah satu pendirinya, Soewardi Soerjaningrat
adalah orang yang kritis akibat tulisannya di surat kabar De Express,
Bandung yang didirikan Douwes Dekker yang berjudul Als ik eens Nederlander
was (jika aku orang Belanda) maka beliau dibuang ke Belanda.
Setelah IP dibubarkan karena pemimpinnya
dibuang, tidak berarti surat kabar mati. Justru muncul surat-surat kabar
independen untuk tujuan kebebasan Hindia (Indonesia) bermunculan. Hampir di
semua media menyuarakan “ Hindia Lepas dari Belanda/Indie Los van Holland.”
Akibatnya pada tanggal 7 September 1931 pemerintah kolonial mengeluarkan
peraturan yang disebut Persbreidel Ordoonantie. Gubernur Jenderal berhak
melarang penerbitan tertentu yang dinilai dapat “mengganggu ketertiban
umum.” Melarang percetakan, penerbitan,
dan penyebaran sebuah surat kabar paling lama delapan hari, tetapi jika masih
mengganggu larangan bisa menjadi lama tidak lebih dari tiga puluh hari.[9]
2. Masa Penjajahan Jepang
Setelah jepang menjajah pada 9 Maret 1942,
surat kabar Belanda dan cina ditutup. Sebenarnya orang Jepang sudah lama
menaruh perhatian pada penerbitan di Indonesia. Tuan Ogawa di Solo
menerbitkan surat kabar Bendee (Canang) tahun 1924-1932. Sebelum pasukan
Jepang mendarat, radio Jepang setiap malam sebelum mengadakan siaran bahasa
Indonesia, terlebih dahulu
mengumandangkan lagu Indonesia Raya. Ini tentu saja untuk menarik simpati
Indonesia terhadap Jepang.
Surat-surat kabar yang ada di Indonesia hanyalah
sebagai alat pemerintah Jepang. Bahkan
radio kenyataannya digunakan sebagai alat propaganda. Tak heran jika media
massa diawasi dengan ketat dan diatur ooleh pemerintah. Jawatan sensor atau
kantor penilik yang berkewajiban memberikan izin untuk mencetak, dan
memeriksa atau meneliti semua tulisan ialah “Hodohan” atau Kenetsuhan”. Apa
saja yang mau dimuat dalam surat kabar, dari karangan sampai iklan dan gambar,
semua mesti diperiksa oleh badan sensor. Berita mengenai keluarga kaisar (Tenno
Heika) harus dihalaman muka dan di tempat paling atas. Nama Tenno Heika
harus dicetak dengan huruf besar dan tidak boleh dipisah barisannya (satu
baris). Rahasia redaksi atau ppenulis harus diberitahukan kepada sensor.
Setelah Jepang menyerah pada sekutu 14 Agustus
1945 muncul surat-surat kabar yang didirikan oleh Regering Voorlichtings
Dients (RVD) seperti: Warta Indonesia (Jakarta), Persatoean
(Bandung), Soeloeh (Semarang), Pelita Rakyat (Surabaya) demikian
pula surat kabar yang dimiliki bangsa
Indonesia, Tionghoa, dan Belanda semuanya diawasi oleh sekutu. Setelah
persetujuan Roem-Royen (mulai Juni 1949) surat kabar nasional mulai bangkit.
Pelopor surat kabar setelah revolusi adalah Berita Indonesia.[10]
3. Masa Kemerdekaan Hingga Sekarang
Tanggal 1 Oktober 1958 dapat dikatakan sebagai
tanggal matinya kebebasan pers Indonesia yang berpengaruh padakegiatan
jurnallistik. Surat kabar yang masih terbit sesudah itu harus mengikuti
kehendak penguasa. Setiap saat Surat Ijin Terbit (SIT) dapat dicabut penguasa.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam melaksanakan tugasnya selalu dibayangi
ketakutan pencabutan SIT. Selama tahun 1958 tercatat 42 peristiwa yang dialami
ppers, sebagian mengenai pembredelan, penahanan, dan penganiayaan wartawan.
Kebebasan pers 1959-1959 yang lazimnya disebut
demokrasi liberal, liberal pula dalam politik (saling mencaci, memfitnah lawan
politik) serta sensasi dan poornografi. Apalagi munculnya party bound press (pers di bawah kendali partai politik) seperti Abadi (Masyumi), Duta
Masyarakat (NU), Suluh Indonesia (PNI), Harian Rakyat (PKI),
sedangkan Harian Pedoman dianggap sebagai media yang menyuarakan Partai
Sosialis Indonesia (PSI).[11]
inilah dinamika pers dan kegiatan jurnalisti yang terjadi di Indonesia sejak
pra dan pasca kemerdekaan dan hingga sekarang.
IV.
KESIMPULAN
Jurnalistik secara sederhana adalah suatu cara
menyampaikan isi pernyataan untuk massa (khalayak) dengan menggunakan media
masa dan elektronik. Sedangkan jurnalisme menurut McDougall adalah
kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Kegiatan
ini merupakan tugas yang dijalankan jurnalis (wartawan atau reporter) dalam
usaha memunculkan informasi berita bagi masyarakat melalui media cetak atau
elektronik. Adapun secara sempit, pers merupakan kegiatan komunikasi yang
dilakukan dengan perantaraan barang cetakan, sedangkan secara luas pers
merupakan merupakan kegiatan komunikasi baik dilakukan dengan barang cetak maupun elektronik.
Kegiatan
jurnalistik sudah terjadi sek sejak 3000 tahun lalu, ketika Raja Firaun di
Mesir, Amenhotep III, mengirim pesan kepada para perwirannya diberbagai
provinsi, yang berisi informasi tentang hal – hal yang terjadi diibu kota
kerajaan itu. Sedangkan media
pertama yang berbentuk barang cetakan disebut acta diurna (catatan
harian) di Roma dan Gazetta di Venesia yang masih berbentuk newssheet,
yaitu kertas – kertas lepas yang digantungkan.
Jenis-jenis
karya jurnalistik diantaranya: narasi/cerita, dekripsi/penggambaran,
eksposisi/keterangan, argumentasi/perbantahan, dan reflaksi/renungan. Sedangkan
kondisi jurnalistik di Indonesia mengalami pasang surut sejak pra dan pasca
kemerdekaan. Media massa yang awalnya dijadikan alat kekuasaan dan kemudian
menjadi alat untuk menggalang kekuatan demi kemerdekaan kini media baik Massa
maupun elektronik kerap dijadikan sarana untuk memperoleh simpati rakyat demi
kekuasaan.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang kami buat, namun sebagai manusia biasa kami sadar akan kekurangan
yang ada dalam penulisan maupun substansi dari materi dan bahasa yang kami
sajikan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan
kemajuan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca
umumnya dan kami pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yanuar, Dasar-Dasar Kewartawanan, Padang:
Angkasa Raya, 1992.
M. Romli, Asep Samsul, Jurnalistik Prakktis,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2008.
Nurudin, Jurnalisme Masa Kini, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Patmono SK, Teknik Jurnalistik, Jakarta : Gunung Mulia, 1996.
0 Komentar untuk "Pengertian Jurnalistik"