Nanang Qosim |
Dewasa ini, kalangan remaja kian gemar melakukan hal-hal di luar batas
norma-norma sosial, moral dan agama, seperti menjadi geng motor,
menggunakan narkoba, tawuran dan perilaku seks bebas. Ini menjadi
ancaman besar bagi negeri tercinta kita ini jika masih dibiarkan. Beragam tingkah yang nista para remaja
tersebut kian ditampilkan di ruang publik. Tak lain, hanya untuk
menunjukkan eksistensi ke-setan-an mereka. Memang kita tidak boleh
menyalahkan begitu saja kepada para remaja semuanya, melainkan yang kita
takutkan adalah “doktrin hitam” yang nantinya diajarkan para remaja
yang lain yang notabene tidak sama perilakunya dengan mereka.
Kalau cermat dan membidik secara fokus, kenakalan remaja kerap muncul
pada waktu sore sampai malam hari. Hal ini, jelas disebabkan karena
tidak ada atau minimnya kegiatan mereka pada waktu tersebut yang
dijadwalkan/diprogramkan.
Dan biasanya, alasan klasik yang sering disampaikan disaat mengupas
dan membedah kenakalan remaja, tidak lain mereka itu sedang dalam masa
mencari jati diri sebagai remaja. Oleh sebab itu, pencarian jati diri
itu harus dikemas dalam bentuk waktu dan ajaran yang tepat sehingga
mereka akan menemukan jati diri yang benar dan baik.
Mengaktifkan Pendidikan Agama
Karena itulah, penulis ingin negeri ini semakin menguatkan pendidikan
agama, terutama pendidikan agama Islam. Penulis menyetujui bahwa dengan
adanya pendidikan agama non formal dan melembaga yang disebut dengan
MDA (Madrasah Diniyah Awaliyah) maupun TPQ (Taman Pendidikan Alquran)
yang sampai sekarang masih eksis, akan membuat kenakalan para remaja
bisa diminimalisir, bahkan bila digarap dengan serius, kenakalan para
remaja akan hilang. Salah satu bentuk keseriusannya, setiap daerah harus
ada semacam pendidikan agama non formal, dan diperkuat dengan ajakan
orangtua untuk memasukkan anaknya disitu.
Berbagai jenis pendidikan agama di atas, akan menjadi solusi untuk
mengisi waktu kosong remaja. Jika pendidikan dalam Madrasah Diniyah
Awaliyah dan Taman Pendidikan Alquran di setiap tingkatan difungsikan
dan diaktifkan yang lebih progresif.
Sekaligus bila pendidikan agama non formal dijadikan menjadi sebuah
program nasional, yang tidak hanya sekadar wujud bangunan saja. Maka
penulis yakin, jika para remaja dimasukkan di dalamnya, prilaku remaja
tersebut akan berubah, dari yang buruk menjadi baik. Akhirnya,
pendidikan agama akan senantiasa melekat dan tidak ada waktu yang
digunakan untuk menemukan jati diri yang berantakan seperti terlibat
geng motor, narkoba, tawuran dan perilaku seks bebas remaja.
Membentuk Akhlak
Keuntungan lain, fungsi pendidikan agama non-formal, akan menjadi
tempat diajarkannya praktik ibadah yang mempunyai relasi langsung dalam
pembentukan akhlak. Dalam ibadah salat misalnya, mereka diajarkan bahwa
dalam salat itu ada nilai kepatuhan, kepemimpinan, ikhlas dan kebersihan
yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Kemudian, dalam hal ibadah puasa, mereka akan mendapatkan pelajaran
tentang nilai kejujuran, amanah dan sabar yang dapat direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Dan di dalam pendidikan ibadah zakat dan
sedekah mereka diajarkan supaya tidak pamer (riya) dan merendahkan
setelah kita melakukan zakat dan sedekah kepada orang lain.
Kalau hal demikian sudah dilakukan, maka terbentuklah nilai-nilai
akhlak yang baik, dan inilah yang selalu ditanamkan pendidikan agama
yang dikemas dalam pendidikan (Madrasah Diniyah Awaliyah) dan Taman
Pendidikan Alquran sehingga permasalahan kenakalan remaja dapat diatasi. Hal
ini kalau tidak ada putusan dalam hati, sulitlah para orangtua untuk
memasukkan anaknya di lembaga pendidikan agama. Tinggal kita lihat saja,
apakah semua orangtua di negeri ini, menungu hidayah dari Allah atau
menjemput hidayahNya. Semoga hati orangtua dan anak terbuka di jalan
yang baik. Amin.
0 Komentar untuk "Memperkuat Pendidikan Agama"