MINGGU, 22 Januari, sebuah kejadian membuat kita bersedih dan prihatin. Tabrakan maut di Jalan MI Ridwan Rais, Tugu Tani, Gambir, Jakarta Pusat menewaskan sembilan orang dan melukai empat lainnya. Tragedi ini disebabkan oleh Afriani Susanti, si pengemudi.
Di sisi lain, kejadian tersebut telah mengingatkan para pengendara lainnya untuk selalu berhati-hati. Peristiwa tersebut juga sekaligus menegaskan kembali pentingnya taat lalu lintas ketika mengemudikan kendaraan.
Tragisnya, kecelakaan tersbut disebabkan oleh human error. Si pengemudi sedang tidak sadarkan diri akibat pengaruh narkotik dan obat terlarang (narkoba). Dia pun tidak dapat menguasai kemudi ketika mobil melaju dalam kecepatan tinggi. Akibatnya, publik pun mengecam tindakan Afriani yang mengemudi setelah mengonsumsi narkoba dan minuman keras (miras).
Namun, nasi sudah menjadi bubur, kejadian ini tidak bisa lagi dikembalikan pada asalnya.
Jika kita berkaca, musibah itu dapat memberikan gambaran tentang apa yang menjadi penyebab di balik semua itu. Ya, narkoba dan miras. Keduanya haruslah menjadi prioritas perhatian agar tidak ada lagi musibah serupa di masa depan. Sehingga, tidak ada lagi orang yang tidak bersalah menjadi korban barang-barang haram semacam itu.
Afriani Susanti hanyalah satu contoh pengendara mobil dalam keadaan mabuk. Namun, di luar sana masih banyak Afriani lainnya, seandainya saja polisi mau mengecek dan mengetes para pengemudi yang memakai alkohol di tempat kejadian.
Di sisi lain, Afriani juga mengalami kerugian. Ketika dia sudah tahu bahaya sesuatu, dia terus melakukannya. Mereka sangat rugi karena sudah terperangkap oleh pusaran kebodohan dan kelalain yang bisa mengancam nyawanya sendiri dan nyawa orang lain.
Perangi Narkoba dan Miras
Sebetulnya tragedi maut di tugu Tani juga memberikan sentilan dan peringatan bagi pemerintah agar kembali memerangi miras dan narkoba. Hingga hari ini, pemerintah masih lembek dan tidak peka dalam memberantas sindikat narkoba dan miras sampai ke akar-akarnya.
Pemerintah menunjuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Narkotika (BNN) untuk memberantas narkoba dan miras. Lembaga-lembaga ini pun harus kembali kembali berani membasmi kedua hal itu. Sebab, yang dipertaruhkan adalah nasib generasi anak bangsa ke depan.
Pemerintah harus berperan aktif menghukum distributor miras yang ilegal. Karena merekalah sumber munculnya penyakit yang berpotensi mengganggu produktivitas manusia, khususnya kaum remaja dan pemuda di Indonesia. Jangan hanya menindak para pemakai narkoba, yang pada hakikatnya adalah korban.
Polri begitu hebat mengatasi pelanggar hukum kecil seperti pencuri sandal jepit dan jemuran pakaian. Namun, mengapa Polri terkesan tidak berdaya ketika menghadapi sindikat narkoba di negeri ini?
Dampak peredaran miras sedemikian nyata. Salah satunya menyebabkan ketidaktertiban sosial, korban sosial, dan korban jiwa yang juga anak-anak, seperti dalam tragedi di Tugu Tani, Jakarta Pusat.
Kecelakaan yang merenggut nyawa sembilan orang ini harus menjadi momentum untuk kembali menggelorakan semangat membasmi, berperang menghadapi peredaran narkoba dan miras. Negara jangan kalah dengan cukong, bandar dan mafia narkoba yang berkeliaran di mana-mana.
Oleh karena itu, upaya penanggulangan bahaya miras dan narkoba pun tidak semata-mata menjadi tugas pemerintah, tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama. Meski Polri dan BNN menjadi garda terdepan dalam perang melawan miras dan narkoba, harus ada upaya terpadu (integrated) dari semua elemen guna mencegah dan memberantas bahaya narkoba dan miras ini.
Kedua lembaga pemerintah ini pun, harus berani menunjukkan eksistensinya dalam memberantas sindikat mafia narkoba dan miras di negeri ini.
Nanang Qosim
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo Semarang
Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi
Baca di : http://kampus.okezone.com/read/2012/01/27/367/565001/tragedi-tugu-tani-momentum-lawan-narkoba-miras
Tag :
Opini
0 Komentar untuk "Tragedi Tugu Tani, Momentum Lawan Narkoba & Miras"