Meski massa dan waktu terus
berjalan dan berganti, guru dalam anggapan semua generasi yang hidup dalam
massa dan waktu itu akan terus selamanya menjadikan guru sebagai nahkoda
anak-anak bangsa. Tidak ada alasan lain, karena guru adalah seorang yang
mendidik anak-anak bangsa untuk diarahkan ke jalur yang benar, selalu
menanamkan akhlak, moral dan memberikan pengajaran supaya anak-anak bangsa menjadi cerdas dan
bernas.
Itulah kenapa sekarang banyak anak-anak bangsa yang bercita-cita ingin menjadi
guru, karena melihat begitu
mulianya seorang guru. Diakui ataupun tidak, profesi
yang semakin hari semakin diminati adalah profesi menjadi guru. Jika kita lihat, di semua daerah para lulusan sekolah
menengah atas (MA/SMA/SLTA) banyak yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi, dan cenderung arah tujuannya mereka memilih Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FIKP) atau bisa juga di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
Banyaknya keinginan seseorang
menjadi guru tidak lantas kemudian dihambat atau dipersulit. Karena ada ikhtiar
mereka untuk mengabdikan ilmunya untuk disalurkan kepada yang lain, mengingat
jika ilmu disalurkan dengan rasa ikhlas maka ilmu tersebut akan sholeh yang
tidak akan teruputus pahalanya, sampai
kapanpun.
Tetapi perlu diingat, Bahwa tugas menjadi
guru tidak hanya mengajar, tetapi
lebih pada penekanan khusus yaitu meningkatkan etos kerja sebagai guru
yang sesungguhnya. Sebab masih banyak dari guru yang cenderung lemah dalam hal
peningkatan kerjannya.
Masih banyak guru yang datang ke
sekolah, apabila ada jadwal mengajar. Kalau pas tidak ada, guru tersebut berada di rumah, atau melaksanakan
aktivitas lain di luar sekolah. Dan ironisnya, kalaupun guru
terpaksa datang sekolah, guru tadi enggan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru yang sejatinya.
Jadi, sebagai seorang guru harus
memahami dan mau dan mampu mewujudkan etos kerja dalam tugas keguruannya.
Seperti yang pernah disinyalir oleh Jansen Sinamo, dalam Buku 8 Etos Keguruan.
Pertama, mengajar itu adalah sebuah rahmat. Karenanya, ia mengajar dengan
ikhlas dan penuh rasa syukur. Kedua, keguruan atau mengajar adalah amanah. Guru
harus mengajar dengan benar dan penuh tanggung jawab. Ketiga, keguruan adalah
panggilan. Guru harus mengajar tuntas dan penuh integritas.
Keempat, keguruan adalah
aktualisasi. Guru harus mengajar dengan serius dan semangat. Kelima, keguruan
adalah ibadah, guru mengajar dengan cinta dan penuh dedikasi. Keenam, keguruan
adalah seni. Guru mengajar dengan cerdas dan penuh kreativitas. Ketujuh, keguruan
adalah kehormatan. Guru mengajar dengan penuh keunggulan. Kedelapan, keguruan
adalah pelayan. Guru mengajar sebaik-baiknya, penuh kerendahan hati. Kalau
delapan etos kerja ini bisa diterapkan dan bisa menjadi karakter bagi sosok
seorang guru, niscaya mutu pendidikan di negeri berpeluang semakin meningkat.
Bahkan kalau kita tengok UU
No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN), disitu menyebutkan dengan jelas bahwa pada jatidiri
guru terikat dan melekat pada dua peranan kepegawaian,yaitu sebagai ASN reguler
dan ASN fungsional. Pertama, sebagai ASN fungsional, disitu dijelaskan bahwa guru tidak saja melaksanakan tugas pokoknya
sebagai pengajar atau mentransfer ilmu kepada peserta didik. Melainkan ia juga
berperan sebagai pembimbing, pengarah, pelatih, pembina, oendidikan, dan
penilai peserta didik.
Oleh karena itu, mulai sekarang,
dan seterusnya, sejatinya tugas guru sebagai sebuah profesi, pekerjaannya
mengandung tugas dan fungsi spesifikasi tertentu, beda dengan profesi lain.
Seorang guru harus terus menerus belajar dan memperbarui ilmunya,
menemu-kenali, serta selalu berdialog dan berkomunikasi dengan orang, bahkan
dengan alam. Kemudian guru harus menjalankan fungsinya, seperti mengajar,
mendidik, membimbing, membina, dan mengevaluasi. Guru harus dinamis, fleksibel,
dan adaptif dengan situasi dan kondisi zaman. Ia dituntut menjalankan
kompetensi keilmuannya.
0 Komentar untuk "Membangkitkan Etos Kerja Guru"