Gus Dur dan Pluralisme

Oleh: Nanang Qosim

Tentu masih teringat di memori kita akan peristiwa yang amat menggoncang bangsa Indonesia atau bahkan dunia sekalipun. Tepat pada 30 Desember 2009 pada saat wafatanya beliau, dimana pada tanggal itulah sang pahlawan KH. Abdurrahman Wahid dipanggil sang Khaliq untuk selama-lamanya. Presiden ke-4 yang dikenal dengan Bapak Pluralisme ini menyimpan banyak memori indah terkait jejak perjuangannya di Indonesia.
Banyak sekali jasa-jasa Gus Dur bagi bangsa ini. Namun setidaknya Gus Dur meninggalkan kita ajaran pluralisme yang luar biasa. Tentunya banyak beberapa memori indah dan beberapa pesan moral yang amat menggugah. Dengan pesan tersebut, kadang kalangan warga dibuat bingung dan terperangah tak percaya dan tak mengerti apa maksud yang diucapkan oleh Gus Dur tersebut. Dan kalangan masyarakat semakin dibuat tak mengerti ketika sang Pahlawan tersebut hanya menanggapi dengan santai, lugas yaitu dengan istilah khas Gus Dur “Gitu Aja Kok Repot “, hal itulah yang sangat terngiang dalam benak masyarakat sampai sekarang.

Gur Dur; Wali Perjuangan
Kontroversi yang ditunjukkan Gus Dur semakin membuat masyarakat terbelalak tak percaya dan semakin bingung. Namun dari situlah masyarakat menganggap Gus Dur sebagai Wali. Perjuangan beliau yang amat agung itu mencerminkan bagaimana seharusnya dirinya dalam bertindak dan berprilaku. Gelar pahlawan selayaknya sudah pantas disematkan kepada Gus Dur.
Namun, sejatinya Gus Dur selalu menjadi pahlawan dalam hati siapapun yang mengaguminya dan sepanjang hidupnya Gus Dur selalu heroik dalam berpikir, meski tetap bersikap moderat. Gus Dur juga selalu bertindak menjadi pahlawan karena konsistensi dan perjuangannya pada topik keagamaan, kemanusiaan, pluralitas, dan demokrasi. Perjuangan Gus Dur menciptakan kehidupan bangsa yang lebih baik menjadikanya sebagai tokoh yang berpengaruh dalam sejarah kontemporer Indonesia. pengaruhnya jauh lebih luas dan besar ketimbang kekuasaan.
Dalam sejarah, jangkauan pengaruh jauh lebih kuat, jauh lebih luas ketimbang kekuasaan politik atau power. Sekalipun Steve Jobs dari perusahaan Apel, Bill Gates dari Microsoft, Bunda Theresa, ilmuwan Einstein dan The Beatles tidak memiliki kekuasaan politik tetapi mereka memiliki pengaruh luar biasa melampaui batas negara, kawasan dan jamannya.

Gusdur Memperjuangkan Pluralisme
Peran Gus Dur yang tidak kalah hebat adalah bidang pluralisme. Buktinya adalah beliau dinobatkan sebagai bapak Tionghoa Indonesia oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang pada tanggal 10 Maret 2004. Hal ini tidak lepas dari jasa Gus Dur mengumumkan bahwa tahun baru imlek menjadi libur opsional yang kemudian diperjuangkan menjadi hari libur nasional.
Tindakan ini turut dikuti dengan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Atas jasa Gus Dur pula akhirnya pemerintah mengesahkan Konghucu sebagai agama resmi ke-6 di Indonesia.
Gus Dur merupakan salah satu tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Sikap tegasnya ini muncul dari prinsip teguh yang diembannya untuk selalu berpihak kepada yang lemah, anti diskriminasi dalam bentuk apa pun dan tidak pernah membenci orang, sekalipun disakiti.
Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Tindakan yang dilakukan Gus Dur menjadi inspirasi bagi pemuka agama-agama untuk melihat kemajemukan suku, agama dan ras di Indonesia sebagian bagian dari kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan disatukan sebagai kekuatan pembangunan bangsa yang besar.
Mengapa Gus Dur demikian besar pengaruhnya? Salah satu jawabannya adalah karena Gus Dur memiliki apa yang disebut sebagai budaya unggul yakni budaya yang selalu memperjuangkan kebenaran dan kebaikan bukan bagi dirinya atau bagi Islam tetapi bagi semua orang. Dari itulah mengapa Gus Dur disebut dengan bapak Pluralisme.
Ajaran pluralisme yang ditunjukkan Gus Dur membuat orang kagum kepadanya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan almarhum KH Abdurrahman Wahid adalah tokoh nasional yang sejak awal mengedepankan pluralisme dan kemajemukan di Indonesia sehingga patut disebut sebagai Bapak Pluralisme Indonesia. Hal itu disampaikan SBY saat memberikan sambutan usai pemakaman mantan Presiden ke-4 RI itu di Kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Betapa Gus Dur sangat dicintai dan dikagumi oleh semua lapisan masyarakat, termasuk yang selama ini berseberangan dengan pemikiran-pemikirannya, baik di ranah politik, budaya dan keagamaan. Tentunya yang sangat diharapkan adalah bagaimana kita bisa meniru akan keteladanan beliau, bisa merefleksikan kepada bentuk nyata akan tindakan mulia beliau. Semoga dalam memperingati wafatnya Gus Dur (haul Gusdur ke-6) yang bertepatan pada tanggal 30 Desember 2015, kita semua bisa membawa inspirasi dan tindakan yang positif bagi bangsa Indonesia serta bisa membawa dan bisa menelurkan anak bangsa seperti Gus Dur yang ulet, peduli dan loyal kepada rakyatnya.


Tag : Opini
0 Komentar untuk "Gus Dur dan Pluralisme "

Back To Top